Pages

Subscribe:

Ads 468x60px

Minggu, 18 Maret 2012

Make a Story (MAKESTOR)

Sore ini keluarga Darmawan mengajaknya untuk berkunjung ke panti asuhan Kasih Bunda yang menjadi tempat dirinya diadopsi oleh keluarga Darmawan. Dengan gaya angkuhnya, dia pun berjalan menuju ruangan Ibu Hesti selaku ketua panti di yayasan ini.

“Selamat sore, Pak Darmawan,” sapa Bu Hesti sambil menjabat tangan pak Darmawan.
“Sore, Bu Hesti,” balas pak Darmawan tak kalah ramahnya dengan Bu Hesti.
“Bu Darmawan dan Ceila juga ikut juga, ya?” ujar bu Hesti sambil melempar senyuman bahagianya pada Bu Darmawan dan Ceila. Bu Darmawan pun membalas senyuman Bu Hesti dan segera memeluknya, sementara Ceila hanya tetap terdiam ditempatnya sambil melempar senyum sinisnya pada Bu Hesti.

“Astagfirullah, ada apa dengan Ceila?” batin Bu Hesti dan sempat terdiam memperhatikan sosok Ceila yang telah berubah.
“Oh…iya sampai lupa, mari silahkan duduk semuanya!” ujar Bu Hesti mempersilahkan tamu istimewa di yayasan yang saat ini dia kelola. Pak Darmawan ini selain bersedia mengadopsi Ceila, beliau ini juga seorang donatur yang paling banyak memberikan suntikan dana untuk kemajuan panti asuhan Kasih Bunda.

Di episode kali ini, kita akan membuat kisah seorang Ceila yang bagaikan kacang lupa dengan kulitnya, sikapnya berubah semakin tak terarah, mungkin para IWU Addict bisa membubuhi ceritanya dengan berbagai konflik masalah, bisa jadi si tokoh utama ini dibuat menjadi seorang yang terjerumus pergaulan bebas remaja, atau bisa jadi juga IWU Addict menceritakan alasan dari si tokoh utama kenapa jadi berubah? Apa ada sesuatu di masa lalunya yang juga mempengaruhi perubahannya?

Yuk, kita lihat lanjutan cerita Ceila yang dibuat oleh para IWU Addict!

Josephine Octavia
"Hai, Ceila!" Tiba-tiba seorang gadis berkulit hitam memeluk Ceila erat.
"Apa-apaan sih lo?!" Ceila melepaskan pelukan gadis itu dengan kasar.

"Ini aku Fitri, Cel!" Fitri membelalak tidak percaya, kaget akan respon Ceila.
"Lo jangan sok kenal sok deket gitu ya! Dasar anak yatim piatu!" ucapan Ceila kontan membuat Fitri naik darah. Fitri mencengkeram tangan Ceila erat-erat.

"Cel, kamu asalnya juga dari panti asuhan ini, beruntunglah kamu diadopsi! Jangan sombong karena kamu sudah diadopsi! Aslinya kamu masih yatim piatu, Cel!" kata Fitri marah.
"Paling tidak gue masih lebih cantik dari lo, makanya gue diadopsi! Gak buruk rupa kayak lo! Jelek aja belagu," hina Ceila.

Kata-kata Ceila kontan membuat Fitri menangis. Kemanakah Ceilanya yang dulu? Yang baik hati dan mau berteman dengan siapa saja?
"Keterlaluan kamu Cel!" Fitri berlari ke kamar sambil menangis.
Bunda Syifa yang melihatnya langsung menegur Ceila.

"Kenapa kamu lakukan itu, Cel?" teguran Bunda Syifa hanya disambut dengan dengusan, dan Ceila berjalan keluar panti dengan angkuh, tak memedulikan panggilan dari kedua orangtuanya.

Elang Satria Refandika 
"Ugh! Apa-apaan sih mereka? Bunda dan Ayah juga apaan lagi? Ngapain juga bawa gue kesini?" batin Ceila kesal.
Gadis itu berjalan ke arah taman yang memang disediakan di panti itu untuk tempat bermain anak-anak. Dilihatnya, taman tampak ramai dengan anak-anak kecil yg sedang asyik bermain. Tertawa lepas, bebas. Ceila tersenyum miris. Baru disadarinya, sudah lama ia kehilangan tawa seperti anak-anak itu. Bahkan sudah tak lagi diingatnya, kapan terakhir kali ia merasakan tawa seperti mereka??

"Ah, sudahlah, lo kan udah kaya Ceila, jadi nggak perlu lagi mikirin begituan. Hidup lo tuh udah sempurna, perfect!" batin Ceila, menghibur diri.


Nita Sweet
Ceila berbalik dan tak jadi bermain di tempat yang seharusnya memiliki kenangan yang tak mampu dilupakan. Di tempat itulah dia biasanya bermain, di tempat itulah dia menemukan teman-temannya. Tapi, kekayaannya membuatnya tak ingin menginjakkan kaki di sana. 
Setelah menunggu beberapa jam, keluarga Ceila akhirnya pamit untuk pulang. 

"Bun, bisa gak sih kita gak balik-balik ke sini lagi!" ucap Ceila kasar pada Bundanya.
"Kenapa sayang? ada masalah kalo kita ke sana?" 
"Kalo ke sana jangan mengajak Ceila lagi." ujar Ceila.

Dalam hati Ibu Ceila berpikir, sejak pertama kali mengenal Ceila, Bu Darmawan sangat takjub pada sifatnya, Ceila tipe anak yang sangat penyayang sehingga Bu Darmawan memutuskan untuk mengadopsinya. Tapi sifatnya berubah 180 derajat. Apa yang terjadi padanya? Dalam keluarganya, Ceila selalu diajari untuk tidak bersifat sombong. Tapi kenyatannya lain. Ini tidak sesuai dengan apa yang diharapkan Bu Darmawan.


Kinanti Skorzeny
Sesampainya di rumah, hari sudah malam, Ceila yg sedari tadi tidur di mobil melanjutkan tidurnya kembali. Namun tidak untuk orang tuanya, Bu Darmawan justru mengajak suaminya bicara di ruang makan. Ia menjelaskan perihal perubahan sikap Ceila. Mereka pun berunding dan akhirnya mereka sepakat untuk melakukan sesuatu.

Reni Soengkunie 
Di tempat tidurnya yang empuk, Ceila tak kunjung bisa tidur. Matanya menerawang jauh keluar jendela. Menatap jutaan bintang yang membisu dalam keheningan malam. Tak tahu kenapa, bayang-bayang panti asuhan kumuh itu kembali memenuhi benak Ceila. Nyanyian-nyanyian masa kecil Ceila menari-nari dipikirannya. Gambaran masa lalu yang menyakitkan itu menusuk malamnya. "Ah, tau apa mereka tentang aku!" gumamnya.

"Huhhh.." Ciela menghela nafas panjang.
"Aku tak kan pernah lupakan setiap air mata yg pernah ku jatuhkan di panti asuhan itu!" umpat Ciela.


Yohanna Yang & Yetik Afriana
Kali ini pandangan mata Ceila mulai tertuju pada boneka Teddy Bear yang terpajang manis di sebelah figura foto Ceila bersama teman-teman pantinya. Fikiran Ceila pun mulai berputar bagaikan video drama. Dia teringat, saat itu ia sedang menangis tersedu-sedu karena berebut boneka Teddy Bear dengan Fitri, Bu Hesti yang saat itu memang sangat dekat dengannya, pun, menasehati Fitri agar bersedia meminjamkan boneka baru miliknya tersebut pada Ceila, tetapi Fitri justru memberikannya secara cuma-cuma walaupun saat itu dia juga sangat menginginkan boneka tersebut. 

Ceila yang merasa terharu pada saat itu pun berjanji pada Fitri dan teman-teman yang lainnya bila dia tidak akan pernah melupakan mereka semua. Ceila juga masih ingat bila dirinya pernah berkata pada adik-adik yang lebih kecil darinya untuk tetap semangat dan selalu berjuang untuk mencapai cita-cita mereka semua.

Kini air mata pun mengalir deras di pipi Ceila, ia raih boneka tersebut dan memeluknya dengan erat sambil mengenang sosok Fitri yang sudah baik padanya. Tanpa sadar air mata pun mulai membanjiri pipinya.

"Ih...apaan sih? nggak penting banget nangis cuma buat mereka." buru-buru dia usap air matanya.
"Ngapain juga aku peluk-peluk boneka busuk ini" gumamnya dan melemparkan boneka yang ada dalam pelukannya begitu saja.
Tiba-tiba dia tersentak begitu mendengar suara seseorang mengetuk pintu kamarnya.

Josephine Octavia 
"Ceila, kamu belum tidur?" Bunda Syifa membuka pintu perlahan.
"Belum, lihat sendiri kan?" jawab Ceila judes membuat Bunda Syifa hanya bisa geleng-geleng kepala.

"Ya sudah, kartu kredit kamu bunda ambil dulu, ya? Kamu bilang saja kalau ada perlu," Bunda tersenyum sambil mengambil kartu kredit yang tergeletak di meja.
"Eh! Apa-apaan nih! Kenapa kartu kreditku diambil?" Ceila berteriak sambil mencengkeram tangan Bunda Syifa.

"Bunda dan Ayah sudah berdiskusi. Sepertinya pengaruh gaya hidup kamu yang terlalu mudah membuat sifatmu berubah, Ceila. Jadi kami memutuskan untuk keras. Mbak Erni dan Mbak Siti sudah ditransfer ke teman bunda," jelas Bunda Syifa sabar.
"Nggak bisa gitu dong, Bunda! Kalau Ceila ada perlu gimana?" teriak Ceila marah.

"Bilang sama Bunda, nanti Bunda yang bayar," jawab Bunda Syifa.
Ceila tidak berkata apa-apa lagi, tapi ekspresinya terlihat marah dan... khawatir? Setelah Bunda Syifa keluar dari kamar, Ceila mengambil sebuah plastik berisi pil berwarna-warni dan menelannya.

"Cih, kalau kartu kreditku diambil, bagaimana aku melunasi pembayaran pil ini?" gerutu Ceila. Di sudut plastik tersebut ditempeli label bertuliskan "ECSTASY" besar-besar.

Yetik Afriana
Tanpa membuang waktunya, segera saja Ceila telan sebutir pil tersebut dan membiarkan pil itu menerobos kerongkongannya.

"Sial, gue mesti gimana ney?" gumamnya sambil merebahkan tubuhnya di singgasana empuknya.
"Gue harus cari cara untuk melunasi pembayaran pil ini, atau gue bisa mati kalo si Andrew menyetop stok pilnya buat gue," ujarnya dan bangkit dari ranjangnya.
"Ah...ya sudahlah, mending gue tidur aja." ujarnya dan kembali membaringkan dirinya setelah bermenit-menit mondar-mandir dikamarnya.

***

Sepulang sekolah, dia dikejutkan dengan kedatangan Andrew bersama beberapa pengawalnya.
"Ngapain lo kemari?" tanya Ceila begitu memergoki Andrew di depan pintu gerbang sekolahnya.
"Biasa, udah jatuh tempo ney."
"Apa? gue lagi nggak ada duit, besok aja gimana?"
"Apa? alasan aja lo, ya udah sekarang lo ikut gue!"
"Kemana, Ndrew?"
"Banyak nanya lo!" kecam Andrew sambil menarik tangannya secara paksa.

Elvira Natali
Ceila merintih-rintih kesakitan pada Andrew, pria yang sudah terkenal sebagai salah satu pengedar yang sudah menjadi buronan polisi bertahun-tahun itu menyeretnya ke mobil jip besar dibantu dengan kedua pengawalnya. Sempat ada beberapa pasang mata yang memperhatikan Ceila yang terlihat seperti hendak diculik itu, namun mereka takut untuk menolong karena melihat Andrew dan anak buahnya bertampang amat seram.

"Lo mau bawa gue kemana?" kata Ceila ketika sudah berada di dalam mobil sambil merintih karena kedua tangannya di pegangi oleh kedua pengawal Andrew. Andrew tertawa sinis sambil megemudikan mobil dengan cepat.

"Diam deh lo, anak kecil! lo liat aja nanti." Ceila terlihat marah karena dirinya di panggil "anak kecil", namun itulah kenyatannya, Ceila masih belia, umurnya baru 16 tahun. Ia memilih untuk diam. Sejujurnya ia takut, dan lebih takut lagi jika dirinya berkata macam-macam maka akan membahayakan dirinya sendiri.

to be continued....

Apa yang akan dilakukan Andrew pada Ceila? Penasaran? Simak lanjutan ceritanya di postingan selanjutnya, ya! *senyum*


sumber gambar

0 komentar:

Posting Komentar